Sabtu, 14 Januari 2012

Manusia sebagai makhluk politik


Manusia adalah zoon politicon, kata Plato dalam bukunya Republica. Sebagai bagian dari zoon politicon, manusia secara individual merupakan elemen terkecil dari sebuah negara.

Kumpulan individu-individu yang menempati daerah tertentu membentuk kesatuan masyarakat. Himpunan masyarakat yang menempati daerah atau wilayah yang lebih luas membentuk sebuah negara. Sebagai makhluk politik, eksistensi manusia tidak terpisahkan dengan konsepsi negara.

Bagi Plato, kumpulan individu yang membentuk masyarakat dan akhirnya memunculkan entitas negara adalah tujuan sempurna zoon politicon sehingga mencapai kebaikan bersama. Politik, dalam arti kata kesalinghubungan (interrelation) antarmanusia merupakan salah satu dimensi terpenting dari manusia.

Dalam pandangan Aristoteles, politik adalah kenyataan tak terelakkan dari kehidupan manusia. Kenyataan ini terlihat dari berbagai aktivitas manusia, misalnya, ketika manusia berusaha menduduki suatu jabatan tertentu, seseorang mencoba meraih kesejahteraan bagi dirinya atau golongannya dengan berbagai sumber daya yang ada, atau juga seseorang atau institusi yang berusaha memengaruhi seorang yang lain atau institusi lain. Beberapa contoh tersebut adalah kenyataan politik dalam pemahaman seluas-luasnya.

Politik dalam pengertian yang ideal berusaha memanifestasikan nilai-nilai luhur yang ada dalam masyarakat. Pandangan ideal ini secara logik berangkat dari logika berpikir sederhana dengan dikotomi hitam-putih; benar-salah. Aktivis politik yang berusaha mencapai impian menciptakan tatanan masyarakat yang baik akan menempuh jalan atau cara yang menurut kategorinya baik. Namun dalam riil politik, logika berpikir demikian sungguh kenyataan yang sukar untuk diterapkan. Ini disebabkan realitas yang terjadi di masyarakat yang sangat kompleks. Selain kita yang punya paramater tertentu tentang kebaikan, pihak lain juga memiliki hal yang sama. Alih-alih parameter itu sama, malah yang sering ada adalah perbedaan. Perbedaan ini dalam kapasitas yang lebih jauh akan sangat berpengaruh pada pola kepentingan yang berkembang. Keanekaragaman kepentingan pada tahap tertentu menimbulkan konflik nyata yang tidak terhindarkan. Kepentingan yang menimbulkan konflik menjadi dasar tindakan yang kadangkala membenarkan segala cara.

1. Manusia sebagai Makhluk Politik
Manusia-dalam hidup dan kehidupannya-juga berkedudukan sebagai makhluk politik.Maksudnya,manusia selalu memilki strategi atau taktik{politik} dalam mengarungi hidupnya,baik itu untuk menyelesaikan masalah hidupnya ataupun hanya sebagai cara untuk mengarungi hidup atau untuk meraih apa yang menjadi tujuan hidupnya.
Manusia memiliki cara tersendiri untuk dapat mempertahankan hidupnya.Untuk bisa makan saja tentu manusia memilki strategi yang akan dan bahkan harus dijalankannya.Ada yang bertani,berdagang,menjadi buruh,ada juga yang nekat merampok,mencuri,korupsi,dan lain-lain.Hal itu dilakukan sebagai cara{strategi} dalam mengarungi atau dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya.Hal ini sekaligus membuktikan bahwa setiap manusia pasti memilki cara tersendiri dalam mengarungi hidup dan kehidupannya.
Contoh,kita sebagai mahasiswa pasti memiliki strategi tersendiri untuk bisa menyelesaikan kuliah dengan cepat dan mendapatkan hasil yang memuaskan.Ada yang rajin kuliah,dan menyelesaikan segala hal yang berkaitan dengan kuliah itu dengan rajin pula;ada yang mengikuti les tambahan di luar jam kuliah,bahkan ada juga yang ingin “gampang” menyelesaikan kuliah,misalkan seperti dengan mencontek,menyogok,dan sebagainya.Semua hal itu merupakan strategi manusia dalam mengarungi hidup dan kehidupannya dan sekaigus membuktikan bahwa mnusia juga berkedudukan sebagai makhluk politik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar